I.PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai
suatu ilmu yang mempelajari lautan. Ilmu ini semata-mata bukanlah merupakan
suatu ilmu yang murni, tetapi merupakan perpaduan dari bermacam-macam ilmu
dasar yang lain. Ilmu-ilmu lain yang termasuk di dalamnya ialah ilmu tanah
(geology), ilmu bumi (geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia
(chemistry), ilmu hayati (biology) dan ilmu iklim (metereology) (Hutabarat dan
Evans,1985).
Laut seperti halnya daratan dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Biota laut menghuni hampir semua bagian laut mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut yang teluk sekalipun. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia, tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia (Romimohtarto, 2001).
Laut seperti halnya daratan dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Biota laut menghuni hampir semua bagian laut mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut yang teluk sekalipun. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia, tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia (Romimohtarto, 2001).
Seperti halnya bentuk muka bumi,di daratan yang beraneka
ragam bentuk muka bumi di lautan juga beragam. Bedanya bentuk muka bumi di
lautan tidak seruncing dan sekasar di daratan. Keadan ini akibat dari erosi dan
penguapan dari air laut (Gentur, 2011).
Ilmu yang
mempelajari laut atau lautan disebut Oceanografi. Objek yang dipelajarinya adalah
mengenai keadaan fisik air laut tersebut, arus, gelombang, kedalaman, serta
pasang naik dan pasang surut. Samudra adalah bentangan air asin yang menutupi
cekungan yang sangat luas, sedangkan laut adalah merupakan bagian dari samudra.
Permukaan bumi yang ditutupi oleh air samudra meliputi sekitar 70%.
Penyebarannya tidak merata di antara belahan bumi utara dan selatan. Belahan
bumi utara 60% terdiri atas air permukaan dan 40% daratan, sedangkan belahan
bumi selatan 83% terdiri atas air permukaan dan 17% terdiri atas daratan. Di
Indonesia perbandingan antara lautan dan daratan adalah 6 : 4, jadi lebih luas
lautan dibandingkan daratan (Hartono,2007).
1.2 Maksud
dan Tujuan
Maksud dari diadakannya praktikum oceanografi ini adalah
agar praktikan mengetahui dan memahami tentang ilmu oceanografi serta macam-macam
parameter kualitas air baik dari parameter fisika maupun parameter kimia.
Tujuan dari diadakannya praktikum oceanografi ini adalah
agar praktikan mampu melakukan pengukuran parameter kualitas air baik dari parameter
fisika maupun parameter kimia dan dapat mengaplikasikannya di kehidupan
mendatang.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum oceanografi ini dilaksanakan
pada hari minggu , tanggal 22 April 2012 pada pukul 04.30-selesai, bertempat di
Pelabuhan Mayangan, Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perairan Laut
Lingkungan laut sangat luas cakupannya
dan sangat majemuk sifatnya. Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut.
Tiada satu kelompok biota laut pun yang mampu hidup disemua bagian lingkungan
laut tersebut dan disegala kondisi lingkungan yang berbeda-beda kedalam
lingkungan-lingkungan yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi-bagi
lingkungan laut menjadi zona-zona atau yang memintakat-mintakat menurut
kreteria-kreteria yang berbeda (Romimohtarto, 2001).
Laut merupakan suatu tempat mata
pencarian bagi orang-orang asia tenggara yang telah berumur berabad-abad
lamanya. Tidak dimana pun juga hal ini benar-benar dapat dilihat diIndonesia
dimana Negara ini terdiri dari lebih kurang 13.000 pulau yang tersebar.
Kebanyakan penduduk yang berjumlah 140.000.000 bertempat timggal berbatasan
dengan lautan. Sejak dahulu lautan telah memberi manfaat kepada manusia untuk
dipergunakan suatu sarana untuk berpergian, perniagaan dan perhubungan dari
suatu tempat ketempat lain. Akhir-akhir ini diketahui bahwa lautan banyak
mengandung sumber-sumber alam yang berlimpah-limpah jumlahnya dan bernilai
berjuta-juta dolar (Hutabarat, 1985).
2.2
Parameter Fisika
2.2.1
Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi
kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas
metabolisme maupun perkembangbiakan diri organisme-organisme tersebut. Oleh
karena itu tidaklah mengherankan jika banyak dijumpai berbagai macam jenis
hewan di dunia. Sebagai contoh binatang karang dimana penyebarannya sangat
dibatasi oleh perairan yang hangat yang terdapat di daerah tropik dan
subtropik. Faktor yang mempengaruhi perbedaan pemanasan adalah sinar matahari
yang merambat melalui dan perbedaan sudut datang sinar matahari ketika atmosfir
mencapai permukaan bumi (Hutabarat dan evans, 2008).
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul secara
horizontal sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan
kedalaman. Metabolisme organisme biasanya berkisar pada suhiu antara 0-40° C.
Semua organisme laut, kecuali burung-burung dan mamalia laut bersifat
poikilotermik atau ektotermik, artinya suhu tubuhya dipengaruhi oleh suhu massa
air di sekitarnya. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut dan penyebaran
organisme secara keseluruhan, dapat dibedakan empat zona biogeografik utama:
kutub, tropik, beriklim sedang-panas, dan beriklim sedang dingin (Nybakken, 1985).
2.2.2
Kecepatan arus
Secara umum yang dimaksud dengan arus laut adalah gerakan
massa air laut ke arah horizontal dalam skala besar. Walaupun ada arus
vertical, namun ulasan ini hanya membahas arus horizontal saja. Tidak sperti
pada arus sungai yang searah dengan aliran sungai yang menuju ke arah hilir,
dimana kecepatan arus sungai bisa diukur secara sederhana. Arus di laut dipengaruhi
oleh beberapa faktor dan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya arus
yakni tiupan angin musim dan suhu permukaan laut yang berubah – ubah (Wibisono,
2005).
Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut
dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun
secara horizontal (gerakan ke samping).Contoh-contoh gerakan itu seperti gaya
coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan
itu akan mengarah ke kanan di belahan bumi utara dan mangarah ke kiri di
belahan bumi selatan.Gaya ini yang mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah
jarum jam (ke kanan) pada belahan bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum
jam di belahan bumi selatan. Perubahan arah arus dari pengaruh angin ke
pengaruh gaya coriolis dikenal dengan spiral ekman (ilmukelautan, 2012).
Arus air laut juga dapat terjadi karena adanya perbedaan
suhu air baik secara vertikal maupun horizontal, tinggi permukaan laut, dan pasang-surut.
Adanya perbedaan suhu masa air dan terjadinya pembuyaran arus permukaan
(divergensi) menyebabkan terjadinya upwelling dan sebaliknya,
convergensi atau pemusatan arus permukaan menyebabkan terjadinya downwelling
atau bisa dikatakan tenggelamnya masa air permukaan (Nybakken, 1992).
2.2.3 Kecerahan
2.2.3.1 Sifat Optis Air
Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas
matahari. Semakin besar sudut datang matahari
maka semakin besar sifat optis air yang dimiliki bahkan intensitas
matahari yang semakin lama maka sifat optis air akan bervariasi (Nybakken,1985).
Satuan untuk
nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter.
Jumlah cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada
intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam permukaan air dan daya
perambatan cahaya di dalam air. Masuknya cahaya matahari ke dalam air
dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity) (Gusrina, 2008).
2.2.3.2 Kekeruhan
Kekeruhan
merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini
menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga kekeruhan
menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air. Kekeruhan menggambarkan
tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan (Gusrina,
2008).
Besarnya jumlah partikel tersuspensi menyebabkan pada
waktu-waktu
tertentu terutama pada saat
musim penghujan dimana volume air tawar meningkat dan membawa material akibat
erosi menyebabkan kekeruhan meningkat, demikian juga aktivitas pasang air laut.
Kekeruhan biasanya minimum pada mulut muara dan semakin meningkat kea rah hulu
sungai. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya
matahari ke dalam perairan yang selanjutnya menurunkan produktivitankton dan
tumbuhan bentik (Boyd, 1990).
2.2.4
Pasang Surut
Pasang surut laut merupakan salah satu gejala alam yang
tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal dari seluruh partikel massa
air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan
oleh pengaruh dari gaya tarik menarik antara Bumi, Matahari dan Bulan. Ada tiga
jenis pasang surut yang pokok yaitu pasang surut tipe harian tunggal (diurnal
type), pasang surut tipe harian ganda (semi diurnal type), dan pasang surut
tipe campuran (Wibisono, 2005).
Nilai tertinggi dan nilai terendah kedudukan
pasang surut terjadi pada saat bulan purnama atau bulan baru, dimana pengaruh
gaya tarik bulan dan matahari maksimal yaitu matahari dan bulan sama-sama
melakukan gaya tarik menarik terbesar. Keadaan pasang surut tersebut disebut
spring tide dan pasang surut yang terjadi pada saat bulan berada pada kuartir
pertama dan terakhir disebut neap tide, pada waktu spring tide didapatkan
tunggang air yang terbesar sedangkan pada neap tide didapatkan tunggang air
yang terkecil (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).
Perairan
laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang
surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut
Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu
bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali
surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi
diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran.
Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa
(deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan
mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
2.2.5
Gelombang
Gelombang adalah gerakan
dari setiap partikel air laut yang berupa gerak longitudinal dan orbital secara
bersamaan disebabkan oleh transmisi energi serta waktu melalui berbagai ragam
bentuk materi. Gelombang pasang adalah gelombang besar dan tinggi yang datang
secara mendadak diakibatkan dari gerakan kerak bumi di dasar laut (dislokasi)
atau berupa gempa tektonik dimana energi tersebut diteruskan secara lateral
sampai wilayah pantai yang dapat merusak terhadap apa saja yang berada di
wilayah pantai, biasanya dikenal dengan sebagai Tsunami (Wibisono, 2005).
Gelombang air laut terjadi karena adanya alih energi dari
angin ke permukaan laut atau disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang
merambat ke segala arah membawa energinya yang kemudian dilepaskan ke pantai
dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang dapat mencapai ribuan kilometer
sampai mencapai pantai. Gelombang yang mencapai pantai akan mengalami pembiasan
dan akan memusat jika mendekati semenanjung atau menyebar jika menemui
cekungan. Gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami spilling,
plunging, collapsing atau surging. Semua fenomena yang terjadi pada gelombang disebabkan oleh topografi dasar laut
(Nybakken, 1992).
2.3
Parameter Kimia
2.3.1
PH
Suatu skala atau ukuran
untuk mengukur keasaman atau kebasahan larutan dinamakan PH, nilainya
bervariasi antara 0-14 dengan batas normal ada pada nilai 7. Air laut umiumnya
memiliki nilai PH di atas 7 yang berarti bersifat basa, namun dalam kondisi
tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah sehingga menjadi bersifat asam.
Perubahan nilai PH yang demikian berpengaruh terhadap kualitas perairan yang
pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan biota di dalamnya (Ruyitno et al., 2003).
Derajat keasaman menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam
larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada
suhu tertentu atau pH = - log (H+). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat
kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan yang
asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini disebabkan konsentrasi
oksigen akan rendah sehingga
aktifitas
pernapasan tinggi dan selera makan berkurang (Ghufron dan Kordi, 2005).
pH air laut umunya berkisar antara 7.6 – 8.3 dan
berpengaruh terhadap ikan. Nilai pH biasanya dipengaruhi oleh laju fotosintesa,
buangan industri serta limbah rumah tangga. Kisaran pH dalam perairan alami,
sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida yang merupakan substansi
asam. Fitoplankton dan vegetasi perairan lainya menyerap karbondioksida dari
perairan selama proses fotosintesa berlangsung sehingga pH cenderung meningkat
pada siang hari dan menurun pada malam hari. Tetapi menurunya pH oleh
karbondioksida tidak lebih dari 4.5 (Boyd, 1982).
2.3.2 Salinitas
Salinitas adalah kadar
garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil
(‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung
dalam 1000 gram air laut (Wibisono, 2004). Salinitas merupakan bagian dari
sifat fisik-kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan lain-lain.
Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut,
curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya,
salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya,
misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut adalah
30-35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken, 1992).
Salinitas 30 ppt adalah
tingkat kadar garam normal pada air laut, pada salinitas ini induk ikan bandeng
dipelihara dan dipijahkan. Salinitas 23 ppt adalah kisaran salinitasi media air
laut - payau, di mana nener (stadium akhir larva bandeng) dipelihara di bak-
bak hatchery bandeng. Sementara
salinitas 16 ppt mewakili air payau, di alam kondisi ini dijumpai pada
tambak-tambak dimana benih bandeng dipelihara atau dibesarkan mencapai ukuran
konsumsi (Murtidjo,2002).
Toleransi terhadap salinitas tergantung pada umur
stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, lama hidup
serta orientasi migrasi. Variasi salinitas pada perairan yang jauh dari pantai
akan relatif kecil dibandingkan dengan variasi salinitas di dekat pantai,
terutama jika pemasukan air - air sungai. Perubahan salinitas tidak langsung
berpengaruh terhadap perilaku ikan atau distribusi ikan tetapi pada perubahan
sifat kimia air laut (Brotowidjoyo et
al, 1995).
2.3.3
Oksigen Terlarut (DO)
DO merupakan zat
pengoksidasi yang kuat dan berperan penting dalam pernapasan tumbuhan dan
hewan, secara alami kelarutannya dalam air laut cukup untuk membuat ikan dan
biota hidup di dalamnya. Akan timbul masalah bilamana konsentrasinya berubah
sehingga mencapai angka di luar batas angka kenormalan dalam suatu perairan.
Penurunan konsentrasi oksigen ini biasanya disebabkan oleh terjadinya perubahan
kualitas perairan sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang mengalir ke
dalam perairan (Ruyitno et al.,
2003).
Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat
menghambat aktivitas ikan. Oksigen diperlukan untuk pembakaran dalam tubuh.
Kebutuhan akan oksigen di antara tiap spesies tidak sama. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan yang mempunyai hubungan antara
tekanan partial oksigen dalam air dengan keseluruhan oksigen dalam sel darah
(Brown and Gratzek, 1980) .
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data hasil Pengamatan
4.1.1 Parameter fisika
a.
Suhu
Hasil
Pengukuran
Suhu
air laut pukul 10.46 :
29º C
Suhu
air laut pukul 11.46 :
31º C
b.
Kecepatan
Arus pukul 10.46
Hasil
Pengukuran
Panjang
tali yang dipakai (s) :
5 meter
Lama
waktu (t) :
157 detik
Kecepatan
arus :
0,032 m/detik
Arah
arus :
dari timur menuju barat (menurut mata angin)
c.
Kecerahan
Hasil
Pengukuran
o
Pada
pukul 11.08 WIB
Kedalaman secchi disk (D1) : 224 cm
Kedalaman secchi disk (D2) : 242cm
Nilai kecerahan : 233cm
o
Pada
pukul 12.08 WIB
Kedalaman secchi disk (D1) : 283cm
Kedalaman secchi disk (D2) : 238 cm
Nilai kecerahan :
260,5cm
d.
Pasang
Surut
Awal
pengukuran pukul : 10.00 WIB
Hasil Pengukuran
Skala
awal pada tide staff : 147 cm = 1,47 m
Skala akhir pada tide taff : 20 cm = 0,2 m
Selang
waktu pengukuran : 5 jam = 18000 detik
: 25,4 cm/jam atau 7,05.10-5 m/s
Akhir
pengukuran pukul : 15.00 WIB
Tipe
pasang surut :
Diurnal
e.
Gelombang
Hasil Pengukuran
Tinggi Gelombang
Pengukuran ke
|
I
|
II
|
III
|
Puncak (cm)
|
88
|
87
|
88
|
Lembah (cm)
|
83
|
82
|
82
|
Selisih (cm)
|
5
|
5
|
6
|
Tinggi gelombang rata-rata =
Periode Gelombang
Pengukuran ke
|
I
|
II
|
III
|
Rata-rata
|
Periode gelombang (detik)
|
3
|
3,6
|
4,8
|
3,8
|
4.1.2 Parameter Kimia
a.
pH
Hasil
Pengkuran nilai PH :
9
b.
Salinitas
Hasil
Pengukuran nilai salinitas :
30 ppt
c.
DO
Hasil
Pengukuran
Volume
titran awal :
33 ml
Volume
titran akhir :
39,5 ml
Volume
titran :
6,5 ml
N
titran : 0,025 N
Volume
botol DO :
250 ml
Nilai
kandungan oksigen terlarut di perairan :
5,3 mg/l
Data Hasil Pengamatan Praktikkum Lapang Oceanografi
Kecepatan Arus (m/s)
|
Kecerahan (cm)
|
Suhu (0C)
|
Salinitas (ppt)
|
pH
|
Gelom-bang
|
Pasang surut (cm/jam)
|
DO (mg/l)
|
0,032
|
(I).
233
(II). 260,5
|
(I).
29
(II).
31
|
30
|
9
|
5,3
|
25,4
|
5,3
|
4.2 Analisa Prosedur
4.2.1 Parameter Fisika
a. Suhu
Pada pengukuran suhu air laut alat yang dipakai adalah Thermometer Hg, untuk cara pengukurannya adalah pertama Thermometer Hg
dicelupkan langsung ke dalam perairan, dibiarkan beberapa saat (± 2 menit) lalu diangkat
dan secepatnya dibaca nilai suhu pada skala Thermometer Hg sebelum terpengaruh oleh
suhu sekitar dan untuk memperoleh hasil yang maksimal Pengukuran dilakukan sebanyal 2 kali yaitu pada jam 10.46 WIB dan 11.46 WIB.
b. Kecepatan Arus
Pada praktikum kecepatan arus alat yang digunakan adalah
tali rafia sepanjang 5 meter
untuk mengikat botol plastik, botol bekas air mineral 600 ml sebagai pemberat dan pelampung yang dipasang pada tali rafia, stopwatch untuk menghitung lamanya tali menegang
dan kompas sebagai petunjuk arah. Cara pengukurannya adalah pertama 2 botol bekas air mineral dihubungkan dengan
tali rafia sepanjang ± 30 cm, kemudian dihubungkan lagi dengan tali rafia sepanjang 5 meter. Botol yang paling ujung diisi dengan air
sebagai pemberat dan botol satunya sebagai pelampung selanjutnya kedua botol itu
dihanyutkan mengikuti arus bersamaan dengan menyalakan stopwatc. Setelah tali menegang maka stopwatch
dimatikan lalu dicatat lamanya waktu yang digunakan untuk
menegangkan tali yang
panjang 5
meter tersebut. Kecepatan arus
dihitung sebagai panjang tali yang dipakai : waktu tempuh dan dicatat dalam satuan
meter/detik.
c. Kecerahan
d. Pasang Surut
e. Gelombang
4.2.2 Parameter Kimia
a. pH
Disiapkan alat dan bahan.
Adapun alat dan bahannya yaitu kotak standart pH digunakan untuk menentukan
nilai pH, pH paper digunakan untuk mengukur pH air laut.
Selanjutya disiapkan pH paper
dan dicelupkan pH paper ke dalam sample air laut yang akan diukur derajat
keasamannya. Kemudian diangkat dan
dikibas-kibaskan hingga setengah kering. Setelah itu diamati perubahan warna
yang terjadi. Selanjutnya dicocokkan warnanya dengan kotak standart pH dan
ditentukan nilai PH-nya sesuai dengan
warna pada kotak standart pH sehingga di dapat hasilnya.
b.
Salinitas
Disiapkan alat dan bahan. Adapun alat dan bahannya adalah
refraktometer untuk mengukur salinitas air laut, pipet tetes untuk memindahkan
cairan dalam skala kecil, aquades sebagai kalibrasi refraktometer, tissu untuk
mengeringkan refraktometer.
Selanjutnya refraktometer
dikalibrasi pada membran refraktometer dengan aquades dan dikeringkan
menggunakan tissue secara searah. Selanjutnya air laut diambil dengan
menggunakan pipet tetes. Kemudian diteteskan sebanyak 1-2 tetes pada
refraktometer dan ditutup dengan penutup membran tanpa terjadi gelembung.
Setelah itu diarahkan refraktometer menuju sumber cahaya dan dibaca pada lensa
refraktometer, yaitu pada batas yang berwarna kebiruan di sebelah kanan dan
dicatat hasilnya dengan menggunakan satuan ppt.
c. DO ( Oksigen
Terlarut)
Disiapkan alat dan bahan.
Adapun alat dan bahannya yaitu water sampler untuk
membantu pengambilan air sampel dari perairan untuk pengukuran DO, botol DO untuk
mengambil air sampel dari perairan untuk pengukuran DO, biuret untuk titrasi zat, statif
sebagai penyangga buret atau menegagkkan buret, pipet tetes untuk memindahkan
zat tanpa mengharuskan adanya ukuran yang pasti, pipet volume untuk memindahkan
larutan pada volume tertentu dengan tepat, MnSO4 untuk mengikat O2 , NaOH+KI untuk mengikat I2 dan memberi andapan coklat , H2SO4 melarutkan
endapan coklat
dan pengkondisian asam, amilum untuk pengkondisian basa, Na2S2O3.
Kemudian disipakan botol DO dan diukur
volume botol DO yang akan digunakan. Selanjutnya dimasukkan botol DO ke dalam
water sampler. Setelah itu dimasukkan selang aerator kecil (barwarna
putih) pada water sampler ke dalam botol
DO. Kemudian ditutup rapat water sampler dan selang aerator besar di luar (berwarna biru) ditutup menggunakan jempol.
Setelah itu water sampler dimasukkan ke dalam perairan secara perlahan sampai
terdengan bunyi “blup” dengan kedalaman 10 meter untuk memperoleh air sampler.
Selanjutnya diangkat dalam perairan dan ditutup botol DO dalam air sampai tidak
terdapat gelembung udara pada botol DO tersebut.
Selanjutnya untuk meperoleh nilai oksigen
terlarut, air sampler pada botol DO yang di peroleh ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaoH + KI menggunakan pipet volum dan
dibolak-balik sampai larutan homogen kemudian diendapkan. Selanjutnya di buang
air bening di atas endapan dan ditambahkan 2 ml H2SO4 menggunakan pipet volume setelah itu dikocok
sampai endapan larut. Kemudian ditambahkan 4 tetes amylum menggunakan pipet
tetes kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai terjadi perubahan tidak
berwarna (bening) pertama kali. Selanjunya dicatat volume Na2S2O3
4.3 Analisa
hasil
4.3.1.
Parameter fisika
a.
Suhu
Berdasarkan hasil praktikum oceanografi tentang
pengukuran suhu yang dilakukan selama 2 kali diperoleh hasil bahwa suhu air
laut saat pengukuran pertama pada pukul 11.05
WIB adalah 30º C
sedangkan pengukuran yang kedua pada pukul 11.50 WIB suhu perairan tersebut adalah 29º C . Hal ini menunujukkan bahwa suhu
di perairan laut tersebut adalah normal.
Suhu
merupakan ukuran energi gerakan molekul secara horizontal sesuai dengan garis lintang
dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Metabolisme organisme
biasanya berkisar pada suhiu antara 0-40° C (Nybakken, 1985).
b.
Kecepatan arus
Berdasarkan data pengukuran
kecepatan arus saat praktikum oceanografi diperoleh bahwa panjang tali yang
digunakan adalah 5 meter sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk meregangkan tali
tersebut alalah 26
detik sehingga diperoleh kecepatan arus perairan laut tersebut adalah 19,23 m/s dengan arah arus dari
timur ke barat.
Arus di laut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya arus yakni
tiupan angin musim dan suhu permukaan laut yang berubah – ubah Arus air laut
juga dapat terjadi karena adanya perbedaan suhu air baik secara vertikal maupun
horizontal, tinggi permukaan laut, dan pasang-surut (Wibisono, 2005).
c.
Kecerahan
Pengukuran sifat optis air dan
kecerahan pada praktikum oceanografi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pukul
11.05 WIB
diperoleh bahwa kedalaman secchi disk (mulai tidak tampak) sebesar 961 cm kemudian kedalaman secchi
disk (mulai tampak) sebesar 876 cm
sehingga diperoleh nilai rata-rata pengukuran kecerahan perairan sebesar 918,5 cm. Sedangkan pukul 12.50 WIB diperoleh bahwa kedalaman
secchi disk (mulai tidak tampak) sebesar 1007
cm kemudian kedalaman secchi disk (mulai tampak) sebesar 890 cm sehingga diperoleh nilai
rata-rata pengukuran kecerahan perairan sebesar 948,5 cm. Dengan kenaikan sudut datang
semakin kecil terjadi kenaikan kecerahan yang berarti intensitas cahaya
matahari yang masuk di perairan semakin meningkat.
Sifat optis air sangat
berhubungan dengan intensitas matahari. Semakin besar sudut datang
matahari maka semakin besar sifat optis
air yang dimiliki bahkan intensitas matahari yang semakin lama maka sifat optis
air akan bervariasi (Nybakken,1985).
d. Pasang surut
Dari data pengukuran didapat
skala awal pada tide staff adalah 142 cm dan skala akhir pada tide staff adalah
20 cm, selang waktu pengukuran didapat selama 3 jam, sedangkan kecepatan pasang
surut 40,67 cm/jam, dan tipe pasang surutnya adalah diurnal.
Pasang surut laut merupakan
salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal
dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari
dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik menarik antara Bumi,
Matahari dan Bulan. Ada tiga jenis pasang surut yang pokok yaitu pasang surut
tipe harian tunggal (diurnal type), pasang surut tipe harian ganda (semi
diurnal type), dan pasang surut tipe campuran (Wibisono, 2005).
e. Gelombang
Pada praktikum oseanografi
tentang gelombang menunjukkan bahwa pengamatan yang dilakukan sebanyak 3 kali
didapatkan hasil tinggi gelombang yaitu puncak I = 88 cm, puncak II = 86 cm,
puncak III = 88 cm sedangkan lembah I = 83 cm, lembah II = 81 cm, lembah III =
82 cm. Selisih tinggi gelombang I =5, II = 5, III = 6, dan memiliki tinggi
gelombang rata-rata 5,3 cm. Periode gelombang dilakukan 3 kali pengukuran yaitu
I = 3 detik, II = 3,6 detik, III = 4,8 detik, sehingga rata-rata periode gelombang
adalah 3,8 detik.
Gelombang yang mencapai pantai
akan mengalami pembiasan dan akan memusat jika mendekati semenanjung atau
menyebar jika menemui cekungan. Gelombang yang menuju perairan dangkal akan
mengalami spilling, plunging, collapsing atau surging. Semua fenomena yang
terjadi pada gelombang disebabkan oleh
topografi dasar laut (Nybakken, 1992).
4.3.2. Parameter kimia
a.
pH
Berdasarkan data hasil
praktikum oseanografi tentang PH diperoleh bahwa PH perairan laut di
probolinggo sebesar 9. Ini berarti kondisi perairan di lokasi praktikum adalah
basa.
Air laut umiumnya memiliki nilai PH di atas 7 yang berarti bersifat
basa, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah sehingga
menjadi bersifat asam. Perubahan nilai PH yang demikian berpengaruh terhadap
kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan biota di
dalamnya (Ruyitno et al., 2003).
b.
Salinitas
Dari hasil pengamatan saat praktikum
oseanografi diperoleh nilai salinitas sebesar 28 ppt. Dari kondisi ini dapat
disimpulkan bahwa salinitas perairan adalah normal.
Salinitas 30 ppt adalah tingkat kadar garam normal pada air laut, pada
salinitas ini induk ikan bandeng dipelihara dan dipijahkan. Salinitas 23 ppt
adalah kisaran salinitasi media air laut – payau, sementara salinitas 16 ppt
mewakili air payau (Murtidjo,2002).
c. DO
Berdasarkan hasil praktikum
oseanografi tentang DO(oksigen terlarut) diperoleh bahwa nilai kandungan
oksigen di perairan sebesar 5,3 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
oksigen di perairan cukup banyak sehingga kualitas air disana cukup baik.
Oksigen terlarut semakin rendah dengan semakin dalamnya air laut
menunjukan fenomena yang normal untuk suatu perairan. Konsentrasi oksigen yang
lebih tinggi terdapat pada lapisan permukaan karena berhubungan dengan atmosfer
yang merupakan salah satu sumber oksigen di samping tumbuhan yang hidup di laut
(Ruyitno et al., 2003).
4.4 Manfaat
di Bidang Perikanan
4.4.1 Parameter
Fisika
a.
Suhu
b.
Kecepatan Arus
Gerakan
air laut berpengaruh pada gerakan
plankton (fitoplankton). Tempat tempat yang banyak planktonnya biasanya di situ banyak
berkumpul ikan. Oleh karena itu bagi para nelayan, informasi tentang gerakan
air laut dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi tempat-tempat berkumpulnya berbagai
jenis ikan
(Irawan, 2000).
c.
Kecerahan
Kualitas air untuk
pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar
bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang
disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila
kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya plankton dapat
berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak mengandung
Diatomae. Sedangkan plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan.
Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan yang dapat diukur
dengan alat yang disebut piring secchi (secchi disc). Untuk dikolam dan tambak,
angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm ( Rahardi, 1993).
Terumbu Karang merupakan
simbiosis antara hewan polip dengan tumbuhan Zooxnathellae yang memerlukan
sinar matahari untuk proses Fotosintesis. Zat kapur yang tinggi sangat
diperlukan oleh kedua hewan dan tumbuhan ini untuk membangun kerangka karang
bersama - sama dengan hewan - hewan lainnya. Terumbu Karang tumbuh sangat
lamban. Satu jenis Terumbu Karang hanya dapat tumbuh rata -rata 0.5 sampai 1 m
per tahun. Dan beberapa jenis diantaranya sangat mudah patah atau rusak. Bentuk
Terumbu Karang berbeda - beda, ada yang bulat seperti bola, datar seperti meja
dan ada juga yang pipih seperti kipas (LIPI, 2007).
d.
Pasang
surut
Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut,
kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan
lain-lain. Karena sifat pasang surutyang periodik, maka ia dapat
diramalkan.Pasang surut juga sangat mempengaruhi kehidupan organisme laut,
terutama pada daerah intertidal dan daerah litoral (
e.
Gelombang
Gelombang air laut dapat bermanfaat
bagi manusia. Bagi seseorang peselancar (surfer), gelombang air laut
berkekuatan besar dapat dimanfaatkan untuk berselancar (surfing). Manfaat lain
dari gelombang adalah dari gerakan air berpengaruh terhadap pendekatan spora
pada substratnya. Karakteristik spora dan algae yang tumbuh pada daerah
berombak dan berarus kuat. Umumnya cepat tenggelam dan memiliki kemampuan
menempel dengan cepat dan kuat. . Sementara itu, algae yang tumbuh di daerah
yang tenang memiliki karakteristik spora yang mengandung lapisan lendir dan
memiliki ukuran serta bentuk yang lebih besar. Gerakan air tesebut juga sangat
berperan dalam mempertahankan sirkulasi zat hara yang berguna untuk pertumbuhan
(Anneahira, 2012).
4.4.2 Parameter
Kimia
a. Ph
b. Salinitas
Ciri paling
khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang ialah rasanya yang asin. Ini
disebabkan karena di dalam air laut terlarut bermacam-macam garam, yang paling
utama adalah garam natrium klorida (NaCl) yang sering pula disebut garam dapur.
Garam dapur yang banyak diproduksi di Madura dan juga di daerah lainnya
diperoleh dengan menguapkan air laut hingga tersisa kristal-kristal garamnya.
Selain garam-garam klorida, di dalam air laut terdapat pula garam-garam
magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya. Dalam literatur oseanologi dikenal
istilah salinitas (acapkali pula disebut kadar garam atau kegaraman) yang
maksudnya ialah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu
liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan ‰ (per mil, gram per liter) (Nontji, 2002).
Osmoregulasi
pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi
kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya
hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion. Pada ikan air tawar tekanan
osmosis merupakan
konsentrasi garam dan substansi lain dalam darah harus lebih tinggi dari air
disekitarnya oleh karena perbedaan dalam konsentrasi tersebut pada ikan air
tawar air akan terdorong melalui permukaan tubuh dan insang secara aktif untuk
kemudian diambil garam-garamnya dan dikeluarkan sebagai urine yang banyak
(Romimohtarto, 1991).
c. DO
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum oseanografi tentang pengukuran
parameter fisika dan parameter kimia. Pada parameter fisika meliputi kecepatan
arus, kecerahan dan sifat optis air, suhu, pasang surut, dan gelombang.
Sedangkan pada parameter kimia meliputi PH, salinitas dan DO yang telah
dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
·
Suhu adalah perubahan panas air laut disebabkan oleh
perpindahan panas dari massa satu ke massa yang lain.
·
Arus
laut adalah pergerakan massa air baik secara vertikal maupun horizontal menuju
titik keseimbangan.
·
Tingkat
kecerahan menyatakan tingkat cahaya atau sinar matahari yang masuk ke dalam
perairan.
·
Gelombang
merupakan pergerakan massa air secara horizontal di perairan secara berirama.
·
Pasang surut
adalah gerakan naik turunya permukaan laut secara berirama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan dan matahari.
·
Derajat
keasaman merupakan salah satu parameter penentu produktivitas suatu perairan.
·
Salinitas adalah jumlah total material (yang
dinyatakan dalam garam) yang terkandung dalam 1 liter air.
·
Oksigen
terlarut merupakan parameter kualitas air untuk mengetahui proses metabolisme
yang sangat vital bagi kehidupan organisme perairan.
·
Data
hasil Pengamatan
1.
Parameter
fisika
a.
Suhu
Suhu
air laut pukul 10.46 :
29º C
Suhu
air laut pukul 11.46 : 31º C
b.
Kecepatan
Arus pukul 10.46
Panjang
tali yang dipakai (s) : 5
meter
Lama
waktu (t) :
157 detik
Kecepatan
arus :
0,032 m/detik
Arah
arus :
dari timur menuju barat (menurut mata angin)
c.
Kecerahan
o Pada pukul 11.08 WIB
Kedalaman
secchi disk (D1) :
224 cm
Kedalaman
secchi disk (D2) :
242cm
Nilai
kecerahan : 233cm
o Pada pukul 12.08 WIB
Kedalaman
secchi disk (D1) :
283cm
Kedalaman
secchi disk (D2) :
238 cm
Nilai
kecerahan : 260,5 cm
d.
Pasang
Surut
Awal pengukuran pukul : 10.00 WIB
Skala awal pada tide staff :
147 cm = 1,47 m
Skala
akhir pada tide taff :
20 cm = 0,2 m
Selang waktu pengukuran :
5 jam = 18000 detik
Kecepatan
pasang surut : 25,4 cm/jam atau 7,05.10-5 m/s
Akhir pengukuran pukul : 15.00 WIB
Tipe pasang surut : Diurnal
e.
Gelombang
o
Tinggi
Gelombang
Puncak
ke-1 : 88 cm
Puncak
ke-2 : 87 cm
Puncak
ke-3 : 88 cm
Lembah
ke-1 : 83 cm
Lembah
ke-2 : 82 cm
Lembah
ke-3 : 82 cm
Selisih
ke-1 : 5 cm
Selisih
ke-2 : 5 cm
Selisih
ke-3 : 6 cm
Tinggi
gelombang rata-rata : 5,3 cm
o
Periode
Gelombang
Periode
ke-1 : 3
detik
Periode
ke-2 : 3,6
detik
Periode
ke-3 : 4,8
detik
Periode
gelombang rata-rata : 3,6 detik
2.
Parameter Kimia
a.
pH
Nilai
PH : 9
b.
Salinitas
Nilai
salinitas :
30 ppt
c.
DO
Volume
titran awal : 33 ml
Volume
titran akhir :
39,5 ml
Volume
titran :
6,5 ml
N
titran :
0,025 N
Volume
botol DO : 250 ml
Nilai
kandungan oksigen
terlarut
di perairan : 5,3 mg/l
5.2 Saran
Pada praktikum oceanografi tentang berbagai macam parameter
fisika dan kimia sebaiknya sebelum melaksanakan praktikum para asisten terlebih
dahulu menyiapkan alat yang akan digunakan sehingga mempermudah jalannya praktikum
dan sebelum
melakukan praktikum hendaknya praktikan membaca terlebih dahulu buku panduan
praktikum agar diwaktu praktikum kita dapat melakukan praktikum dengan lancar. Untuk praktikum selanjutnya diharapkan
ketersediaan alat sehingga praktikum oceanografi dapat berjalan dengan lancar
dan data yang dihasilkan dapat terjamin kevalidannya.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd,
C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment station. Auburn University,
Auburn.
Boyd, C. E.
And F. Lichtkoppler. 1982. Water Quality Management in Pond
Fish Culture. Auburn University, Auburn.
Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro.
1995. Pengantar Lingkungan
Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Brown.
E. E and J. B. Gratzek. 1980. Fish Farming Handbook. AVI Publishing Company
INC, New York.
Dronkers,
J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Holland
Publishing Company. Amsterdam.
Gusrina, 2008.Budidaya Ikan Jilid I.
PT Macananjayacemerlang, Jakarta.
Ghufron. M,
dan H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung.
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Hutabarat,
Sahala dan Stewart M. Evans. 2008. Pengantar Oseanografi. Universitas
indonesia, Jakarta.
Ilmukelautan.
2012
Irawan. 2009. Faktor-faktor
penting dalam proses pembesaran ikan di Fasilitas Nursery dan Pembesaran.http://www.sith.ieb.ac.id.
LIPI.
2007. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Teluk Kupang dan Sekitarnya. Sam
Wouthuzen(ed). Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi LIPI, Ambon.
Murtidjo, B. Agus. 2002. Budidaya dan
pembenihan bandeng. Kasinius,
Yogyakarta.
Nybakken,
James w. 1985. Biologi laut. Erlangga, Jakarta.
Nybakken, J.W., 1992. Marine
Biology An Ecological Apprach. 3 rd edition. Addison-Wesley Educational
Publishers Inc, USA.
Ongkosongo, Otto S.R dan
Suyarso.1989.Asean-Australia Cooperative programs on marione science. Pusat
penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, Jakarta.
Rayitno, Pramudji, Imam Supangat,
Sunarto. 2003. Pesisir dan Pantai Indonesia IX. Pusat Penelitian Oseanografi
LIPI, Jakarta.
Wibisono M.S. 2005. Pengantar Ilmu
Kelautan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Gentur.
2011. Bwww.gentur.bentuk
muka bumi. Diakses pada tanggal 27 Mei 2011 pukul 12.00 WIB
Hartono.2007. Geografi Jelajah Bumi dan Alam Semesta.
Citra Praya : Bandung
Hutabarat dan
Stewart . M. Evans. 1985. Pengantar
Oceanography. UI Press. Indonesia
Romimohtarto,
K
dan Juwana, S. 2001. Biologi
Laut . Jakarta : Djambatan